“Puasa umum adalah menahan perut dan kemaluan dari menunaikan syahwat.”
Maksudnya, puasa umum atau bisa disebut puasa orang-orang awam merupakan “sekedar” mengerjakan puasa menurut tata cara yang diatur di dalam hukum syariat. Seseorang makan sahur dan berniat untuk puasa pada hari itu, lalu menahan diri dari nafsu makan, minum dan melakukan hubungan badan dengan suami atau istrinya sejak dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari. Jika hal itu telah dikerjakan, maka secara hukum syariat ia telah melakukan kewajiban puasa Ramadhan. Puasanya telah sah secara dzahir dari segi ilmu fikih.
Puasanya orang khusus (shaum al-khusus): turut berpuasa dari panca indera dan seluruh badan dari segala bentuk dosa.
“Puasa khusus adalah menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan seluruh anggota badan dari perbuatan-perbuatan dosa.”
Tingkatan puasa ini lebih tinggi dari tingkatan puasa yang sebelumnya. Selain menahan diri dari nafsu makan, minum serta melakukan hubungan suami istri, tingkatan ini menuntut orang yang berpuasa untuk menahan seluruh anggota badannya dari melakukan dosa-dosa, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Tingkatan ini menuntut baik dzahir maupun batin untuk senantiasa berhati-hati dan juga waspada.
Ia akan menahan matanya dari melihat hal-hal yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan telinganya mendengarkan dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan lisannya dari mengucapkan hal-hal yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan tangannya dari melakukan hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia akan menahan kakinya dari melangkah menuju hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan seluruh anggota badannya yang lain ia jaga agar tidak terjatuh ke dalam tindakan yang maksiat.Tingkatan puasa ini adalah tingkatan orang-orang shalih.
Puasanya orang istimewa, seperti khusus (shaum al-khawasi al-khawas): turut berpuasa 'hati nurani', iaitu tidak memikirkan sangat soal keduniaan.
“Puasa sangat khusus adalah berpuasanya hati dari keinginan-keinginan yang rendah dan pikiran-pikiran duniawi serta menahan hati dari segala tujuan selain Allah secara totalitas.”
Tingkatan ini yakni tingkatan puasa yang paling tinggi, sehingga merupakan paling berat dan paling sulit untuk dicapai. Selain menahan diri dari makan, minum dan berhubungan, serta menahan seluruh anggota badan dari perbuatan maksiat, tingkatan ini menuntut hati dan pikiran orang yang puasa untuk selalu fokus pada akhirat, serta memikirkan hal-hal yang mulia dan memurnikan semua tujuan untuk Allah SWT semata.
Puasanya hati dan pikiran, itulah hakekat dari puasa yang digolongkan sangat khusus. Puasanya hati dan pikiran dianggap batal ketika ia memikirkan hal-hal selain Allah, hari akhirat dan berfikir tentang (keinginan-keinginan) dunia, kecuali perkara dunia yang membantu urusan pada akhirat. Inilah puasa para nabi, shiddiqin dan muqarrabin. (Imam Abu Hamid al-Ghozali, Ihya’ Ulumiddin, 1/234)
Pembahagian di atas memberikan umat Islam ruang untuk berfikir dan menelaah tingkat manakah mereka berada.
Hukum Berpuasa:
Berpuasa pada bulan ramadhhan merupakan salah satu daripada Rukun Islam.Syariat ini diturunkan kepada umat Muhammad s.a.w. pada 10 Syaaban tahun ke-2 Hijrah. Makanya, wajiblah ia dilakukan oleh semua orang Islam. Puasa lain yang wajib ialah puasa kifarah dan puasa nazar.
Dalil Kewajipan Berpuasa:
Firman Allah s.w.t:
Maksudnya:
“ Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan ke atas umat-umat yang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa. “ (Surah al-Baqarah : 183)"
Sumber Rujukan:
1. Pendidikan Islam, Sasbadi
2- Puasa dan Aspek-aspek Kehidupan Manusia
oleh Lalukhidir
2 comments for "Pengertian Puasa"